Selasa, 13 April 2010

muslim di inggris meningkat makanan halal maju pesat

Muslim di Inggris Meningkat, Industri Makanan Halal Maju Pesat
Pizza dan KFC pun Ada Yang Berlabel Halal

Jumlah muslim di Inggris meningkat cukup pesat dalam empat tahun terakhir. Hal itu berdampak pada semakin banyaknya toko dan restoran yang menyediakan makanan berlabel halal. Karena itu, industri makanan halal pun kian menggeliat.

NURANI SUSILO, London

---

''YOU know what, the other day my wife 'accidentally' bought a halal chicken,'' cerita John, warga Inggris yang tinggal di London Tenggara, kepada Jawa Pos pada suatu hari.

Dengan wajah agak terkejut, John saat itu menceritakan tentang istrinya yang tiba-tiba membeli ayam berlabel halal. John yang bukan muslim itu pantas terkejut. Sebab, bagi dia, tidak ada bedanya ayam berlabel halal atau tidak.

Ternyata, istri John membeli ayam berlabel halal tersebut secara tidak sengaja. Sebab, saat ini daging ayam berlabel halal memang banyak dijual di supermarket besar di London dan kota lain.

Di negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia, semua daging, kecuali yang berasal dari hewan yang diharamkan seperti babi, bisa dikatakan halal. Tapi, di Inggris tidak bisa seperti itu. Ayam, daging kambing, atau sapi serta produk olahannya dianggap tidak halal jika tidak ada label di kemasan atau di toko yang menjual.

Hal itu sangat terkait dengan cara hewan-hewan tersebut dimatikan. Menurut Islam, hewan yang dimakan disebut halal jika mematikannya dengan cara disembelih sambil mengucapkan bismillah.

Sementara itu, hewan ternak di Inggris dan negara-negara maju lainnya dipotong dengan cara di-stun atau disetrum menggunakan alat khusus di bagian kepalanya hingga mati. Baru setelah itu dipotong lehernya. Artinya, menurut Islam, hewan tersebut tidak halal karena telah menjadi bangkai sebelum dipotong. Selain itu, semua prosesnya dilakukan menggunakan mesin, tanpa pula dibacakan doa.

John dan mayoritas warga Inggris lain yang sebagian besar penduduknya beragama Kristen atau bahkan tidak lagi mengakui Tuhan (ateis) sebelumnya tidak mengenal daging halal.

Mohammed Tariq, salah seorang pemilik toko daging (butcher) halal, menceritakan, pada 1984, toko miliknya di Southall merupakan satu-satunya butcher halal di wilayah London Barat. Muslim dari luar London pun harus datang berbelanja daging halal di toko milik pria keturunan Pakistan tersebut.

Sepuluh tahun kemudian, sebagaimana dikutip surat kabar The Guardian, toko itu bertambah sekitar 20 butcher halal di kawasan yang dihuni banyak muslim keturunan Asia Selatan tersebut. Kini, di hampir seluruh kota di Inggris di sepanjang jalan di kawasan perbelanjaan atau pasar, bisa dengan mudah ditemukan butcher halal.

Meningkatnya kebutuhan atas daging halal tersebut sejalan dengan bertambahnya jumlah warga muslim Inggris. Hal itu membuat bisnis sektor tersebut berkembang pesat.

Pada sepuluh tahun pertama, penghasilan kotor Tariq dari tokonya mencapai GBP 40 ribu per minggu (sekitar Rp 540 juta). Sepuluh tahun berikutnya, yaitu 2003, Tariq Halal Meat yang sudah membuka cabang di beberapa tempat di London itu mendapatkan laba GBP 2,5 juta per tahun (sekitar Rp 34,2 miliar).

Sekarang, Tariq Halal Meat berkembang menjadi pemasok daging halal cukup besar di London. Bahkan merambah usaha berjualan beras dan bumbu-bumbu Asia dengan merek sendiri.

Peruntungan Clifford Freeman, pemilik rumah potong hewan di pinggiran Cotswolds, kota kecil berjarak sekitar 2 jam dari London, juga berubah dengan mengalihkan bisnisnya ke pasar daging halal. Ketika memutuskan hanya menyediakan daging halal, Clifford yang keturunan Inggris asli itu kemudian menunjuk seorang muslim ahli memotong hewan secara Islam untuk menjadi konsultannya.

Dia pun memberikan kepercayaan kepada pria keturunan India itu untuk merekrut orang-orang muslim dan memberikan training cara memotong hewan sesuai syariat Islam untuk bekerja di rumah potong miliknya.

Dari pengalamannya tersebut, Clifford secara tidak langsung belajar bahwa Islam sangat serius dalam urusan memotong hewan. ''Memotong hewan secara halal dianggap mereka sebagai tugas yang sangat penting. Tidak sembarangan orang boleh melakukannya,'' ujar Clifford tentang pegawainya kepada The Guardian.

Dia pun memberikan waktu break salat Jumat kepada pegawainya serta terpaksa mengubah desain tempat pemotongan di tempatnya agar sesuai anjuran Islam. ''Meski tidak harus, ternyata diutamakan di Islam untuk salah satunya, apakah si pemotong atau hewan yang dipotong, harus menghadap Makkah,'' katanya.

Bukan hanya itu, lelaki setengah baya tersebut juga sempat kaget ketika pegawainya mengecek dengan kompas saat akan dibangun toilet di rumah potong miliknya itu dan menjelaskan tentang ketentuan Islam dalam menentukan arah toilet. ''It's crazy, membangun toilet pun tidak boleh menghadap Makkah atau membelakangi Makkah. Karena itu, kami pun mengubah arah toilet dari rencana semula,'' paparnya.

Tapi, kerepotan Clifford itu tidak sia-sia. Kalau sebelumnya dalam seminggu dia hanya memotong 40 ribu ayam, sejak mengkhususkan pada daging halal, produksinya melonjak menjadi 300 ribu ayam per minggu. Dengan pegawai lebih dari 250 orang, Clifford menjadi salah seorang pemilik rumah pemotongan hewan halal terbesar di Inggris.

Berdasar pertimbangan peluang bisnis seperti Clifford, supermarket besar di Inggris kini juga menyediakan daging halal sebagai pilihan untuk konsumen muslim. Supermarket seperti ASDA, Tesco, Sainsbury, dan Somerfields, terutama pada cabang mereka di kawasan permukiman muslim, kini menjual ayam, daging, dan sosis serta salami berlabel halal pada deretan daging segar dan olahan.

Pasar daging halal menjadi bertambah luas karena di Inggris, selain konsumsi daging sangat tinggi, pemotongan hewan ternak tidak boleh dilakukan di sembarang tempat. Melainkan, harus dilakukan di rumah pemotongan yang bersertifikat resmi. Jadi, tidak bisa menyembelih hewan sendiri di belakang rumah seperti yang umum terjadi di Indonesia. Artinya, setiap orang harus membeli daging di toko.

Perkembangan industri halal itu tidak berhenti pada daging mentah, tapi juga makanan siap saji atau ready meal, termasuk restoran. Kalau semula makanan halal hanya didapatkan di toko-toko independen milik orang muslim atau restoran yang menjual makanan asal negara-negara Islam, beberapa tahun terakhir restoran besar pun mulai membuka cabang yang menyajikan makanan halal.

Jaringan piza Domino, misalnya, telah membuka cabang yang hanya menyediakan piza halal. Juga, restoran ayam bakar ala Portugis, Nando's, hanya menggunakan ayam berlabel halal di cabang restorannya di kawasan warga muslim tinggal.

Demikian pula toko sandwich Subway. Terakhir dan paling meriah sambutannya adalah keputusan Kentucky Fried Chicken (KFC) tahun lalu mengubah banyak cabangnya khusus menyediakan menu halal.

Dengan meng-convert restorannya menjadi halal, bukan hanya bahan daging yang digunakan harus bersertifikat halal. Tapi, juga menghilangkan menu yang mengandung bahan nonhalal di restoran tersebut untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi.

Karena itu, cabang piza Domino yang menyediakan piza halal tidak lagi menjual piza dengan topping tidak halal semacam pepperoni, sosis daging babi, dan bacon (daging babi asap). Demikian pula KFC. Di cabang yang berlabel halal, tidak lagi disajikan burger Big Daddy pada daftar menunya karena mengandung bacon.

Hal itulah yang kemudian sempat menuai protes dari pelanggan nonmuslim. Sebab, sejak berlabel halal, cabang langganan tersebut tidak lagi menyajikan menu-menu tertentu yang merupakan favorit mereka. Untuk mengakomodasi, KFC kemudian membuka cabang lain berjarak sekitar 2 km dari setiap restorannya yang berlabel halal untuk para pelanggan yang ingin tetap mendapatkan produk KFC yang nonhalal.

Kontroversi lain seputar halal-tidak halal di Inggris adalah proses pemotongan hewan sebagaimana disebut pada awal tulisan ini. Nonmuslim atau terutama Food Animal Welfare Council menganggap cara Islam dalam memotong hewan adalah kejam. Bahkan, organisasi perlindungan binatang itu sejak 2003 mendesak pemerintah Inggris melarang menyembelih hewan ala Islam atau kosher (cara Yahudi yang kurang lebih sama dengan Islam, yaitu disembelih di leher dengan pisau tajam).

Meski sampai saat ini proposal itu belum ditanggapi pemerintah, secara umum kalangan nonmuslim di Inggris menganggap cara Islam tidak manusiawi.

Perdebatan seputar proses dalam menyembelih itu juga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan warga muslim serta di antara lembaga sertifikasi halal di Inggris. Halal Food Authority (HFA), misalnya, membolehkan proses stunning sebelum disembelih. Namun, harus dipastikan itu hanya membuat hewan tersebut pingsan dan tidak sampai mati. Jadi, ketika disembelih, meski tidak sadar, hewan tersebut belum mati. Selain itu, tetap wajib dibacakan doa saat menyembelih.

Sementara itu, HMC (Halal Monitoring Comitee) mensyaratkan daging halal dengan tanpa proses stunning sama sekali dan menganggap penggunaan setrum listrik adalah haram. (c5/kum)


sumber : http://suaramerdeka.com/v1/index.php/wanita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar