Jumat, 23 April 2010

kerusahan batam bisa meluas

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan rasis dari pekerja asing terhadap pekerja lokal bukan pemicu utama kerusuhan yang terjadi di galangan kapal Drydock World Graha, Batam, Kepulauan Riau. Kerusuhan akibat akumulasi kekecewaan pekerja lokal berstatus pekerja kontrak terhadap pengawasan ketenagakerjaan yang lemah tersebut berpotensi meluas ke daerah lain.

Akar kerusuhan yang terjadi di Batam adalah akibat pelaksanaan sistem kerja outsourcing.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar di Jakarta, Jumat (23/4/2010). OPSI merupakan serikat pekerja yang aktif menentang system kerja kontrak dan turut menuntut penerapan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) secara utuh.
"Akar kerusuhan yang terjadi di Batam adalah akibat pelaksanaan sistem kerja outsourcing yang memang secara sistemik memarjinalkan kesejahteraan dan aktualiasasi buruh sebagai manusia. Sistem kerja yang buruk dan kinerja pengawasan (ketenagakerjaan) yang sangat lemah sangat berpotensi memicu kejadian serupa di daerah lain," ujar Timboel.
Sistem kerja outsourcing diatur dalam Pasal 64-66 Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal yang mengatur penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain tersebut harus ditinjau ulang.
Pola pengawasan ketenagakerjaan yang lemah membuat pemerintah tak mampu memonitor hubungan industrial. Pengusaha kemudian memanfaatkan kelemahan ini untuk menjadikan outsourcing sebagai sarana menekan biaya produksi, antara lain menggaji buruh kontrak sesuai upah minimum yang ditetapkan pemerintah setiap tahun.
Menurut Timboel, kondisi seperti ini banyak terjadi di daerah, terutama daerah-daerah dengan kawasan industri besar. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah harus bertanggung jawab terhadap penyelewengan praktik outsourcing yang dapat memicu gejolak sosial kalangan buruh.
Para pekerja asing rata-rata bergaji 1.500 dollar Singapura (setara Rp 9,8 juta) per bulan. Adapun upah dasar pekerja lokal rata-rata Rp 1,1 juta per bulan.
Secara terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar meminta manajemen PT Drydock World Graha tetap membayar upah pekerja selama tidak beroperasi dan menanggung biaya perawatan sembilan pekerja yang terluka. Muhaimin juga meminta seluruh perusahaan yang mempekerjakan warga negara asing segera mengurus perizinan mereka.
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kelompok bisnis Drydocks mempekerjakan 339 orang asing dengan sebagian besar telah berakhir masa berlaku izin kerja. Sampai saat ini Kemenakertrans belum menerima data hasil perpanjangan izin di Dinas Tenaga Kerja Kota Batam.


sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/04/23/19243346/Kerusuhan.Batam.Bisa.Meluas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar