Rabu, 31 Maret 2010

saat makanan sehat tak lagi sehat

Saat Makanan Sehat
(Tak Lagi) Sehat





Awal 2010 ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan penertiban pedagang kerang hijau, termasuk yang melakukan budidayanya di sekitar Teluk Jakarta. Rencana ini terkait dengan isu tingginya cemaran logam berat di area perairan tersebut. Kutipan Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Edy Setiarto, ini sempat jadi topik hangat di beberapa media, akhir 2009 lalu.Meski info tentang tingginya kontaminasi logam berat pada kerang hijau di Teluk Jakarta sudah jadi konsumsi publik sejak lama, namun peredaran kerang hijau asal perairan tercemar tersebut, masih saja terjadi.

Bagi yang merasa bukan fans berat kerang hijau, jangan dulu merasa aman dan terbebas dari kontaminasi logam berat. Merkuri plus ‘teman-temannya’, sesama logam berat yang terbukti amat berbahaya, sangat mungkin juga ada di semangkuk salad saus mayones, sepiring sirloin steak saus BBQ, atau ayam bakar favorit Anda!

SARAT NUTRISI, KAYA LOGAM BERAT
Tragedi Minamata yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang, lebih dari 50 tahun silam menjadi bukti nyata yang menggambarkan betapa berbahayanya efek yang ditimbulkan logam berat jenis merkuri, saat kontaminasinya melebihi ambang batas.

Jauh setelah kejadian itu, di tahun 2004, Indonesia seolah dikagetkan oleh kejadian dengan gejala yang mirip. Pada masa itu, banyak warga sekitar Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, yang menderita penyakit aneh, seperti benjolan mirip tumor yang berisi cairan di beberapa bagian tubuh. Gejala ini diduga disebabkan oleh kontaminasi logam berat di perairan tersbut. Jenis logam berat yang diduga menjadi penyebabnya adalah merkuri (Hg).Lagi-lagi merkuri dan efek sampingnya menjadi hot news diberbagai media.

“Merkuri bisa ada di dalam semua makhluk hidup laut, yang hidup di air tercemar. Saat seafood tersebut dikonsumsi, otomatis keberadaan logam berat ini akan berpindah ke tubuh kita. Jika melebihi batas, merkuri dapat memengaruhi sistem kerja saraf di otak. Hal ini akan memberikan banyak gejala, mulai dari mudah marah, suka gemetar, kesulitan daya ingat, hingga autisme,” tutur Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, ahli pangan dari IPB.

Di antara sejumlah hewan laut, kerang menduduki peringkat teratas soal kecenderungannya ‘menabung’ logam berat. “Kebiasaan hidup kerang yang diam dan menempel di dasar laut membuatnya memiliki kesempatan paling besar untuk terekspos dengan logam berat yang mengendap di dasar laut atau pantai. Udang dan lobster, kemungkinannya juga hampir sama dengan kerang, mengingat pergerakannya yang juga sangat minim. Sedangkan ikan, karena cenderung lebih mobile, sesekali mungkin ikan berada di tempat yang kandungan logam beratnya tidak tinggi sehingga jumlah cemaran yang masuk dalam tubuhnya jadi lebih sedikit,” ungkap Nuri.

Ironis memang, seafood yang diandalkan karena kualitas gizinya, justru ‘menyembunyikan’ ancaman berbahaya. Sayangnya, deteksi keberadaan logam berat secara fisik, tak bisa dilakukan. Cemaran logam berat dari limbah pabrik kebanyakan dibuang ke sungai dan akhirnya bermuara ke pantai, makanya seafood yang hidup di pantai memiliki kadar logam berat lebih tinggi daripada di laut lepas.

TAK HANYA PADA SEAFOOD
Meski keracunan logam berat yang sempat menggemparkan dunia dan Indonesia khususnya, berasal dari merkuri, sebenarnya ada jenis logam berat lain yang harus diwaspadai. Efeknya tak kalah membahayakan. ‘Serangannya’ bahkan bisa ada di sayuran, daging sapi, dan ayam.

‘Status’ tercemar logam berat pada tanaman sumbernya bisa didapat dari pupuk, pestisida, air yang dipakai untuk menyiram, atau bahkan dari udara sekitar. Nuri memaparkan, hingga saat ini, masih banyak pupuk anorganik (sintetis) yang mengandung logam berat cadmium (Cd). Walau jumlahnya tidak banyak, jika tanah secara rutin diberikan pupuk serupa, tentu saja kadar Cd-nya akan terakumulasi dan diserap oleh sayuran yang tumbuh di lahan tersebut. Dalam jumlah tertentu, Cd dalam tubuh bisa menyerang otak yang menyebabkan lupa, alzheimer, atau parkinson.

Air untuk menyiram, bila berasal dari sumber air yang tercemar logam berat, tentu juga akan ikut mencemari tanamannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan mahasiswa IPB tahun 2004, beras yang ditanam di daerah sekitar Pongkor (tempat penambangan emas), memiliki kadar merkuri yang lebih tinggi. Namun, karena merkuri juga bisa berada di udara berupa uap, keberadaannya juga ditemukan di tanaman sayuran, meski lokasi tanamnya terbilang jauh dengan lokasi penambangan emas.

Kontaminasi logam berat pada daging sapi dan ayam terutama dari sumber pakan. Rumput yang tumbuh di tanah tercemar, air minum yang tercemar, hingga konsentrat (makanan padat selain daun hijau yang diperoleh dari tulang-tulang ikan yang tercemar). Tak hanya itu, kondisi ini seolah dilengkapi oleh sumbangan timbal (Pb) yang berasal dari asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bertimbal. Daging sapi dan ayam potong yang dijajakan di pasar terbuka pinggir jalan yang lalu lintasnya cukup padat, akan menampung cemaran timbal yang ada di udara.

Di dalam tubuh, metabolisme timbal mengikuti peredaran kalsium yang akan menumpuk dalam tulang sehingga bisa jadi faktor pemicu osteoporosis. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan. “Pada bayi dan anak yang sedang berkembang, timbal lebih mudah terserap. Bila berlebih, bisa menyebabkan kerusakan otak, pertumbuhan terhambat, menurunkan kecerdasan intelektual dan konsentrasi, hingga kerusakan ginjal. Sedangkan pada orang dewasa, timbal dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan, sulit tidur, dan gangguan reproduksi,” sambungnya.


sumber : http://www.femina-online.com/issue/issue_detail.asp?id=542&cid=2&views=23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar