Rabu, 02 Juni 2010

Kok Bisa Kecanduan Rokok??

Siang tadi saya kembali ke hobi saya, membaca. Ketika kursor si tikus membuka forum di kantor, muncul beberapa thread yang teramat seru. Salah satunya adalah thread tentang Smoking Room. Seru sangat. Sampai beberapa tulisan ditampilkan dengan warna merah menyala dan di-bold pula. Beberapa tulisan tampilannya biasa saja, tapi isinya sungguh…mak jlebb!! Sungguh sebuah thread yang tadinya kondusif menjadi tempat untuk melampiaskan ketidaksukaan, bukan ketidaksetujuan. Dan solusi pun menjadi jauh dari blur.

Bermula dari seorang teman yang dengan cerdasnya menghubungkan antara Perda DKI tentang larangan merokok di sembarang tempat dengan realisasi yang ada di perkantoran, public spot, bahkan kondisi riil di sekitar kita saja. Beliau menegaskan adanya perda tersebut dengan minimnya smoking spot/room yang tersedia demi terealisasinya perda tersebut. Sebenarnya tujuan beliau adalah menyentil secara satire kepada pihak manajemen kantor untuk menyediakan smoking room khusus yang benar-benar terpisah dari yang lain supaya dampak para smokers itu tidak mempengaruhi pihak lain. Dan yang menimpali tulisan tersebut beragam. Mulai dari yang menyetujui, mengusulkan, cuek, dan paling bagus adalah langsung menohok para smokers di kantor yang dengan seenaknya merokok di depan komputer, di ruang kerja, dan di antara pihak lain (bahkan ada beberapa di antaranya yang menderita asma!!) Tanggapan yang kemudian terjadi semakin beragam, sampai akhirnya beberapa tanggapan isinya mencak-mencak tanpa menawarkan solusi.

Saya mencoba menegahi dengan memberikan beberapa gambaran konkrit kondisi di beberapa negara, baik negara ketiga maupun negara maju. Ketika saya menceritakan isi dari karya Trinity dalam Naked Traveller, ada rekan yang menanggapi dengan sangar. Sebenarnya permintaan para smoking haters juga wajar, cuman satu, “Ngrokok bole-bole aja, asal asepnya ga dikluarin. Telen aja bulet-bulet. Paling ntar kluarnya jadi bau kringet kecut atau bahkan kentut.” Tapi para smokers juga ga kalah lincah menimpali, “Sebenarnya penginnya perokok tuh asapnya juga jangan sampai keluar, tapi asapnya aja yang bandel.” Wah sebenernya opini ini sih sama-sama bandelnya.

Inget ya, bukan Smoker haters, tapi smoking haters…

Ketika mbaca-mbaca lagi artikel dan nyari inspirasi, saya nemu artikel yang sebenarnya sering dibaca namun cuman sekedar dibaca. Hehehehe…

Setiap orang tahu bahwa merokok adalah buruk bagi kesehatan. Setiap orang tahu bahwa merokok menyebabkan kanker, penyakit jantung, stroke, paru-paru bengkak, bronkhitis, penyakit pembuluh darah, katarak, impoten, dan masalah-masalah kesehatan lainnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari empat juta kematian setiap tahun diakibatkan oleh merokok. Namun, jumlah perokok di dunia meningkat setiap tahun dan siapapun yang mencoba untuk berhenti (merokok) tahu bahwa sangat sulit melakukannya. Dan kita tahu bahwa rokok yang dihisap mengandung nikotin yang merupakan bahan kimia yang berbahaya masuk ke dalam selaput dalam yang lembut dan ke dalam tubuh mereka.

Jadi mengapa dapat kecanduan nikotin yang dapat membuat pengaruh besar walaupun hanya merokok sedikit? Jawabannya adalah nikotin menstimulasi cairan kimia yang mengendalikan rasa bahagia di dalam otak, dopamine (DA). Sebagian dari mekanisme dibelakang kemampuan nikotin untuk mempertahankan stimulasi pusat otak bahkan setelah hanya sedikit merokok dijelaskan oleh Dr’s Daniel McGehee dan Hulbert Mansvelder, di Universitas Chicago, dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Neuron tahun 2000 (1).

Saat nikotin mengikat syaraf di bagian tertentu otak, syaraf-syaraf ini dengan cepat mengeluarkan beberapa DA, yang bertindak di daerah yang memberi “imbalan” di otak dan dirasakan sangat menyenangkan. Namun sel-sel yang peka rangsangan ini kehilangan kepekaannya pada nikotin dalam waktu singkat, hanya dalam hitungan detik sampai beberapa menit, dan sel-sel ini berhenti mengeluarkan DA. Akhir cerita, bahagia? Tidak. Saat berbalik, tipe sel yang sama bagi nikotin juga terjadi pada terminal presynaptic di daerah otak yang sama. Saat diaktifkan oleh nikotin, mereka menyebabkan pelepasan sinyal molekul, glutamin. Pelepasan glutamin baru ini dapat terjadi pada syaraf DA tertentu untuk menstimulasi mereka untuk melepaskan lebih banyak DA. Pengaktifan syaraf DA oleh glutamin menghasilkan kelanjutan pelepasan DA beberapa jam, dalam jangka panjang berpotensi merangsang input. Jadi meskipun seseorang hanya mengkonsumsi nikotin selama beberapa menit, efek menyenangkannya dapat berlanjut selama beberapa waktu dengan cara ini. Ini dapat menjelaskan rasa menyenangkan jangka panjang dari otak bagian imbalan yang diinduksi oleh mengkonsumsi sedikit nikotin. Keseluruhan mekanisme serupa uintuk kejadian yang dilihat selama belajar dan mengingat dan mungkin menjadi sebuah langkah awal yang penting dalam pengembangan kecanduan.

Bagian kedua dari teka-teki adalah mengapa stimulasi pelepasan DA ini tidak segera berhenti. Seperti yang dijelaskan oleh kelompok yang sama dalam artikel yang diterbitkan dalam Neuron tahun 2002 (2), tubuh mempunyai sebuah mekanisme untuk menghentikan produksi DA dan mekanisme itu distimulasi oleh nikotin. Nikotin mengikat dan mengaktifkan sel-sel yang peka kemudian melepaskan neurotransmitter pencegah di pusat sistem syaraf, asam gamma-aminobutyric (GABA). Dengan singkat. Ya, sayangnya, sel-sel yang peka nikotin kemudian menghidupkan pelepasan GABA yang bertindak untuk menghentikan pelepasan DA yang juga non reaktif untuk nikotin segera setelah bersentuhan. Namun mengaktifkan pelepasan glutamin berlanjut dan mengaktifkan pelepasan DA dapat berlanjut sebagai pengurangan pelepasan GABA. Jadi semakin lama masanya, menghasilkan lebih banyak DA yang diproduksi melalui pelepasan candu dari glutamine melalui pengaktifan sel nikotin.

Jadi kelihatannya keinginan kuat akan nikotin di dalam rokok dapat dijelaskan dengan sederhana oleh buaian obat dengan sel-sel peka yang akan melingkupinya. Pada mulanya nikotin menemukan sel peka pada syaraf-syaraf DA yang senang untuk terikat padanya dan kemudian distimulasi untuk melepaskan DA. Namun mereka segera letih karena nikotin, dan tidak lagi terstimulasi olehnya. Kemudian sel peka yang terikat dan mempertahankan kecanduan nikotin, melepaskan glutamin, dan menyebabkan pelepasan DA, untuk beberapa jam. Namun yang ketiga, ada sel-sel peka yang terikat nikotin dan diaktifkan untuk melepaskan sinyal negatif yang kuat, GABA. Tapi sel peka ini segera kehilangan minat dan meninggalkan nikotin untuk berinteraksi terutama dengan jalur glutamatergic yang menyebabkan gairah.

Dengan demikian, dari kerumitan yang saling mempengaruhi diantara molekul datanglah keinginan kuat seseorang untuk merokok. Kecanduan yang menghancurkan hidup tercipta dari peristiwa molekul seperti ini. Adalah perlu bagi kita mematuhi interaksi diktator dari molekul, dimana kita harus melakukan apapun untuk mempertahankan tingkat dopamin kita? Adalah tidak mungkin, kemudian pemikiran dan keinginan kuat seseorang, katakanlah, tidak menjadi budak dari kotoran molekul itu, atau pilihannya untuk hidup bebas dari obat-obatan, dapat merubah konsekuensi dari interaksi molekul-molekul itu? Dapatkan pemikiran kuat, menentukan nasib sendiri, merubah reaksi seseorang pada rokok, jadi dia tidak lagi menemukan kenikmatan pada hal itu, namun menjadi enggan dan mengabaikannya? Mengapa beberapa orang segera dan benar-benar kecanduan setelah hanya menghisap beberapa rokok, dimana yang lainnya merokok selama seminggu dan sepanjang kehidupannya? Mengapa beberapa perokok lama benar-benar tidak berdaya ketika tiba saatnya mencoba menghentikan kebiasaan itu, namun orang lain dapat menghentikannya dengan mudah, dan yang lainnya melalui kegagalan berulang-ulang sampai mereka akhirnya berhasil? Mungkin benar yang dikatakan ilmu pengetahuan, bahwa kondisi mental kita, keinginan kita akan sebungkus rokok nikotin, dapat distimulasi oleh interaksi molekul yang ditimbulkan oleh ikatan obat-obatan pada sel-sel peka di otak kita, bukankah juga benar bahwa kita tidak terikat, tidak harus mematuhi, dapat mengabaikan atau naik diatas tirani ini? Mungkin umat manusia lebih dari hanya sekedar sebungkus molekul.

sumber : http://zoneforthegreen.wordpress.com/2008/07/14/kok-bisa-kecanduan-rokok/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar